CONTOH SKRIPSI BAB II KERANGKA TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTETIS
BAB II
KERANGKA TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTETIS
2.1
Kerangka teori
2.1.1 Motivasi
Hasibuan
dalam Edy (2013,110), motivasi mempersoalkan bagaimana cara mendorong gairah kerja
bawahan, agar mereka mau bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan dan
keterampilan untuk mewujudkan tujuan perusahaan. Motif sering kali disamakan
dengan dorongan. Dorongan atau tenaga tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani
untuk berbuat, sehingga motif tersebut merupakan suatu driving force yang menggerakkan manusia untuk bertingkah laku dan
perbuatan itu mempunyai tujuan tertentu.
Robbins dalam Wibowo (2014,322),
motivasi adalah proses yang menyebabkan intensitas (intensity), arah (direction),
dan usaha terus menerus (persistence) individu menuju pencapaian tujuan.
Intensitas menunjukkan seberapa besar seseorang berusaha. Tetapi intensitas
tinggi tidak mungkin mengarah pada hasil kinerja yang baik, kecuali usaha
dilakukan dalam arah yang menguntungkan organisasi. Karenanya harus
dipertimbangkan kualitas usaha maupun intensitasnya. Motivasi mempunyai dimensi
usaha terus menerus. Motivasi merupakan ukuran berapa lama seseorang dapat
menjaga usaha mereka. Individu yang termotivasiakan menjalankan tugas cukup
lama untuk mencapai tujuan mereka.
Greenberg dan Baron dalam Wibowo
(2014,322), berpendapat bahwa motivasi merupakan serangkaian proses yang
membangkitkan (arouse), mengarahkan (direct), dan menjaga (maintain) prilaku manusia menuju pada pencapaian
tujuan. Membangkitkan berkaitan dengan dorongan atau energi di belakang
tindakan. Motivasi juga berkepentingan dengan pilihan yang dilakukan orang dan
arah prilaku mereka. Sedang prilaku menjaga atau memelihara berapa lama orang
akan terus berusaha untuk mencapai tujuan.
Hamalik dalam Edy (2013,111),
mengatakan ada dua prinsip yang dapat digunakan untuk meninjau motivasi, yaitu:
1. Motivasi
dipandang sebagai suatu proses.
2. Menentukan
karakter dari proses ini.
Motivasi untuk bekerja ini sangat
penting bagi tinggi rendahnya produktivitas perusahaan. Tanpa adanya motivasi
dari para karyawan untuk bekerja sama bagi kepentingan perusahaan, maka tujuan
yang telah ditetapkan tidak akan tercapai. Gitosudarmo dalam Edy (2013,111),
apabila terdapat motivasi yang tinggi dari para karyawan, maka hal ini
merupakan suatu jaminan atas keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuannya.
Oleh karena itu, pimpinan harus
selalu menimbulkan motivasi kerja yang tinggi kepada karyawannya guna
melaksanakan tugas-tugasnya. Sekalipun
harus diakui bahwa motivasi bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi tingkat
kinerja seseorang. Ada faktor lain yang juga mempengaruhi seperti pengetahuan,
sikap, kemampuan, pengalaman dan persepsi peranan.
CONTOH SKRIPSI BAB II KERANGKA TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTETIS
2.1.2
Ciri-Ciri
Motif
Setiap kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang tidak terlepas dari berbagai motif dan sikap, yang mendorong
seseorang melakukan serangkaian perbuatan yang disebut kegiatan. Motif adalah
daya yang timbul dari dalam diri orang yanng mendorong untuk berbuat sesuatu.
Tanpa motif orang tidak akan berbuat sesuatu. Itulah sebabnya mengapa motif
perlu ditumbuhkan agar dapat menjadi pendorong perbuatan yang positif sesuai
apa yang dikehendaki oleh organisasi.
Motif dapat timbul dari dalam
karena ada kebutuhan dasar manusia yang bersifat universal, tetapi dapat juga
di rangsang dari luar. Rangsangan dari luar dapat berbentuk fisik atau nonfisik
disebut motivasi. Guilford dalam Sutrisno (2013,114), mengemukakan bahwa, motives can be thought of us composed of two
elements. The first is drive whitch is represented as an internal energizing
process goading the organism to action. The second is the reward which is
defined as the goal toward which the action is directed; reaching the goal
terminates the action.
Jadi, motif itu terdiri dari dua unsur. Unsur pertama,
berupa daya dorong untuk berbuat, unsur kedua ialah sasaran dan tujuan (imbalan
disini dapat diartikan sebagai motivator) yang akan di arahkan oleh perbuatan
itu. Dua unsur dalam motif ini membuat orang melakukan kegiatan dan kegiatan
sekaligus ingin mencapai apa yang dikendaki melalui kegiatan yang dilakukan
itu.
Adapun ciri-ciri motif individu
adalah :
1. Motif
adalah majemuk
Dalam suatu perbuatan tidak hanya
mempunyai satu tujuan tetapi beberapa tujuan yang berlangsung bersama-sama.
2. Motif
dapat berubah-ubah
Motif bagi seseorang kerap mengalami
perubahan. Ini sebab keinginan seseorang yang selalu berubah-ubah sesuai dengan
kebutuhannya.
3. Motif
berbeda-beda bagi individu
Dua orang yang melakukan pekerjaan yang
sama, tetapi ternyata terdapat perbedaan motif.
4. Beberapa
motif tidak disadari oleh indvidu
Banyak tingkah laku manusia yang tidak
disadari oleh pelakunya.
2.1.3 Faktor-
Faktor Yang Memengaruhi Motivasi
Motivasi
sebagai proses psikologis dalam diri seseorang akan dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Faktor-faktor tersebut dapat dibedakan atas faktor intern dan ekstern
yang berasal dari karyawan.
1. Faktor
Intern
Faktor intern yang
dapat memengaruhi pemberian motivasi pada seseorang antara lain:
a. Keinginan
untuk dapat hidup
Keinginan untuk dapat hidup merupakan
kebutuhan setiap manusia yang hidup dimuka bumi.
b. Keinginan
untuk dapat memiliki
Keinginan untuk dapat memilki benda
dapat mendorong seseorang untuk melakukan pekerjaan.
c. Keinginan
untuk memperoleh penghargaan
Seseorang yang mau bekerja disebabkan
adanya keinginan untuk diakui.
2. Faktor
ekstern
Faktor ekstern juga
tidak kalah peranannya dalam melemahkan motivasi kerja seseorang. Faktor-faktor
ekstern adalah sebagai berikut:
a. Kondisi
lingkungan kerja
Lingkungan kerja adalah keseluruhan
sarana dan prasarana kerja yang ada di sekitar karyawan yang sedang melakukan
pekerjaan yang dapat memengaruhi pelaksanaan pekerjaan.
b. Kompensasi
yang memadai
Kompensasi merupakan sumber penghasilan
utama bagi para karyawan untuk menghidupi diri beserta kelaurganya.
c. Supervisi
yang baik
Fungsi supervisi dalam suatu pekerjaan
adalah memberikan pengararahan, membimbing, kerja para kayawan, agar dapat
melaksanakan kerja dengan baik tanpa membuat kesalahan.
2.1.4 Hal Yang
Diperhatikan Dalam Pemberian Motivasi
Pemberian motivasi kepada para
karyawan merupakan kewajiban para pimpinan, agar para karyawan tersebut dapat
meningkatkan volume dan mutu pekerjaan yang menjadi tanggung jawab.
1. Memahami
perilaku konsumen
Pimpinan harus dapa memahami perilaku
bawahan
2. Harus
berbuat dan berprilaku realitis
Seseorang pimpinan mengetahui bahwa
kemampuan para bawahan tidak sama.
3. Tingkat
kebutuhan setiap orang berbeda
Tingkat kebutuhan setiap orang tidak
sama disebabkan karena adanya kecenderunga, keinginan, perasaan, dan harapan yang
berbeda antara satu orang dengan orang lain pada waktu yang sama.
2.1.5 Indikator Motivasi
Menurut
Sutrisno (2009:116)
1. Kondisi
Linkungan Kerja
2. Kompensasi
yang memadai
3. Supervisi
yang baik
4. Adanya
jaminan pekerjaan
5. Status
dan tangung jawab
2.2 Kompensasi
Menurut Hasibuan (2016), Kompesasi adalah
segala sesuatu yang diterima oleh pekerja balas jasa atas kerja mereka. Masalah
kompensasi berkaitan dengan konsistensi internal dan konsistensi eksternal.
Konsistensi internal berkaitan dengan konsep penggajian relatif dalam
organisasi. Sedangkan konsistensi eksternal berkaitan dengan tingkat relatif
struktur penggajian dalam organisasi dibandingkan dengan struktur penggajian
yang berlaku di luar organisasi.keseimbangan antara konsistensi internal dan
eksternal dianggap penting untuk diperhatikan guna menjamin perasaan puas, dan
para pekerja tetap termotivasi, serta efektivitas bagi organisasi secara
keseluruhan.
Kompensasi-kompensasi adalah segala sesuatu
yang diterima oleh pekerja sebagai balas jasa atas kerja mereka. Masalah
kompensasi berkaitan dengan konsisten internal dan konsisten eksternal.
Konsisten internal berkaitan dengan konsep penggajian relatif dalam organisasi.
Sedangkan konsisten eksternal berkaitan dengan tingkat struktur penggajian
dalam organisasi dibandingkan dengan struktur penggajian yang berlaku di luar
organisasi. Keseimbangan antara konsistensi internal dan konsistensi eksternal
dianggap penting untuk diperhatikan guna mejadi perasaan puas dan para pekerja
tetap termotivasi serta efektivitas bagi
organisasi secara keseluruhan.
Kompensasi mengandung arti yang lebih luas dari
pada upah atau gaji. Upah atau gaji menekankan pada balas jasa yang bersifat
finansial maupun non-finansial. Kompensasi merupakan pembelian balas jasa, baik
secara langsung berupa uang (finansial) maupun tidak langsung berupa
penghargaan (non-finansial)
Menurut Marihot (2005) dalam
Sutrisno (2009:236), kompensasi adalah keseluruhan balas jasa yang diterima
oleh pegawai sebagai akibat dari pelaksanaan pekerjaan di organisasi dalam
bentuk uang atau lainnya, yang dapat berupa gaji, upah, bonus, insentif, dan
tunjangan lainnya seperti tunjangan kesehatan, tunjangan hari raya, uang makan,
uang cuti, dan lain-lain. Pembayaran kompensasi di atas ada yang dikaitkan
langsung dengan kinerja seperti upah atau gaji, bonus, dan komisi sehingga
sering disebut dengan kompensasi langsung, dan ada yang tidak dikaitkan
langsung dengan kinerja sebagai upaya meningkatkan ketenangan dan kepuasan
kerja pegawai seperti tunjangan-tunjangan.
2.2.1 Kompensasi Gaji dan Upah
Ada dua jenis imbalan yang
dapat diberikan kepada karyawan, yaitu imbalan intrinsik dan imbalan ekstrinsik
Simamora (2004) dalam Sutrisno (2009:246), kendati keduannya berbeda, namun
kedua Imbalan tersebut saling berkaitan. Imbalan intrinsic dapat didefinisikan
sebagai imbalan yang dinilai di dalam dan dari mereka sendiri. Imbalan
intrinsik bersifat internal bagi individu dan normalnya berasal dari
keterlibatan dalam aktivitas-aktivitas atau tugas tertentu. Imbalan intrinsik
melekat pada aktivitas itu sendiri dan pemberiannya tidak tergantung pada
kehadiran dan tindakan orang lain atau
hal lainnya, imbalan intrinsik berpotensi untuk memberikan pengaruh yang kuat
terhadap individu di dalam organisasi, dan memiliki beberapa manfaat melekat
pada kenyataan.
Alat utama untuk memperkuat kemungkinan bahwa
orang-orang akan mendapat imbalan intrinsik terletak dalam cara
organisasi-organisasi merancangkan anggota-anggotanya sifat pekerjaan itu
sendiri tampak determinan dari tingkat kemampuan seseorang untuk mrngambil
tindakan intrinsik.
Terdapat beberapa penggolongan upah Rivai dan
Sagala (2009) dalam Yusuf dan Arif (2015:249), yaitu:
1. Upah
sistem waktu
Dalam
sistem waktu, besarnya upah ditentukan berdasarkan standar waktu seperti jam,
hari, Minggu, atau bulan. Besarnya upah sistem waktu hanya didasarkan kepada
lamannya bekerja bukan dikaitkan dengan prestasi kerjannya.
2. Upah
sistem hasil
Dalam
sistem hasil, besarnya upah ditetapkan atas kesatuan unit yang dihasilkan atau
terjual oleh pekerja. Biasannya oleh lembaga keuangan syariah karyawan yang
dikenakan sistem upah seperti ini adalah bagian marketing, dimana ditentukan
oleh berapa banyak nasabah penabung yang mampu dia tarik atau berapa banyak
pembiayaan yang mampu disalurkan.
3. Upah
sistem borongan
Sistem
borongan adalah suatu cara pengupahan yang penetapan besarnya jasa didasarkan
atas volume pekerjaan dan lama mengerjakannya.
Salah
satu aspek yang sangat penting dalam menentukan upah adalah jumlah upah yang
diterima karyawan harus memiliki internal
equity dan external equity. Internal equity adalah jumlah yang diterima
dipersepsi sesuai dengan jumlah yang diterima dibandingkan dengan yang diterima
dalam pekerjaan yang sejenis di luar organisasi.
2.2.2 Jenis-Jenis Upah
1. Upah Nominal
Upah
nominal adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara tunai kepada pekerja
atau buruh yang berhak sebagai imbalan atas pengerahan jasa-jasa atau
pelayanannya sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam perjanjian
kerja.
2.
Upah Nyata (Riil Wages)
Upah
nyata adalah uang nyata, yang benar-benar harus diterima seorang pekerja atau buruh
yang berhak.
3. Upah Hidup
Upah
hidup, yaitu upah yang diterima pekerja atau buruh relatif cukup untuk
membiayai keperluan hidupnya secara luas, yang bukan hanya kebutuhan pokoknya,
melainkan juga kebutuhan sosial keluarganya, seperti pendidikan, asuransi,
rekreasi, dan lain-lain.
4. Upah Minimum
Upah
minimum adalah upah terendah yag akan dijadikan standard, oleh pengusaha untuk
menentukan upah yang sebenarnya dari pekerja/buruh yang bekerja
diperusahaannya.
5. Upah Wajar
Upah
wajar adalah upah yang secara relatif dinilai cukup wajar oleh pengusaha dan
pekerja atau buruh sebagai imbalan atas jasa-jasanya pada perusahaan. Upah
wajar ini sangat bervariasi dan selalu berubah-ubah antar upah minimum dan upah
hidup sesuai dengan faktor-faktor yang memengaruhinya. Faktor-faktor tersebut
adalah :
a. kondisi perekonomian negara
b. nilai upah rata-rata di daerah tempat perusahaan itu berada
c. peraturan perpajakan
d. standar hidup para pekerja atau buruh itu sendiri
e. posisi perusahaan dilihat dari struktur perekonomian Negara
Menurut Yusuf dan Arif (2015:240), untuk
tercapainya keadilan dalam penetapan kompensasi, ada beberapa faktor yang
mempengaruhinya, yaitu:
1. Pendidikan, pengalaman dan tanggungan
Ketiga
fakor tersebut harus mendapatkan perhatian. Bagaimanapun juga tingkat upah
seorang sarjana dari yang belum sarjana harus dibedakan, demikian pun antara
yang berpengalaman dengan yang belum berpengalaman, Khalayak umum sudah
menganggap suatu keadilan bahwa pegawai yang memiliki tanggungan keluarga besar
memiliki upah lebih besar dari kawan sekerjanya yang memiliki tanggungan
keluarga kecil.
2. Kemampuan perusahaan
Faktor
ini dalam merealisasikan keadilan dalam pembayaran upah belum berada dalam
proporsi yang setepat-tepatnya, jika perusahaan mengalami keuntungan, para
pegawai harus turut menikmatinya.
3. Keadaan ekonomi
Keadaan
ekonomi atau ongkos hidup adalah salah satu faktor penting dalam realisasi
keadilan dalam pemberian upah.
4.
Kondisi-kondisi pekerjaan
Orang
yang bekerja di daerah terpencil atau di lingkungan pekerjaan yang berbahaya
harus memperoleh upah yang lebih besar dari pada mereka yang bekerja di daerah
yang ada tempat-tempat hiburan atau di lingkungan pekerjaan yang tidak
berbahaya.
5.
Peraturan pemerintah
Peraturan
pemerintah dalam bentuk penetapan upah minimum provinsi atau kota secara
langsung akan mempengaruhi berapa tingkat upah yang dapat dibayarkan oleh
perusahaan.
2.2.3 Indikator kompensasi
Menurut Yusuf dan Arif (2015:240).
1. Pendidikan pengalaman dan tanggungan.
2. Kemampuan perusahaan.
3. Keadaan ekonomi.
4. Kondisi-kondisi pekerjaan.
5. Peraturan pemerintah.
2.3 Konflik
Greenberg dan Baron dalam Sunyoto
(2015,123), mendefinisikan konflik sebagai proses dimana suatu kelompok merasa
atau mempersiapkan kelompok lain akan mendapatkan atau menggunakan tindakan
yang bertentangan dengan kelompoknya. Maka suatu konflik akan muncul apabila
terjadi perbedaan kepentingan antar-kelompok atau kepentingan suatu kelompok
dihambat oleh kelompok lain.
Brown dalam Sunyoto (2015,123),
konflik merupakan bentuk interaksi antar
kelompok yang berbeda dalam kepentingan, persepsi dan preferensi. Konflik
melibatkan interaksi permusuhan mulai dari yang bersifat lembut sampai pada
perkelahian. Dinamika konflik yang mengikat memiliki dampak dalam didalam
kelompok dan antara kelompok yang terlibat. Didalam kelompok, konflik dengan
kelompok lain cenderung akan meningkatan kohesivitas dan kecocokan terhadap
norma kelompok, sedangkan antara kelompok, konflik menyebabkan timbulnya
stereotyping dan ketidakpercayaan negatif, mempertinggi perbedaan, menurunkan
komunikasi dan mempertinggi perbedaan, menurunkan komunikasi dan mempertinggi
distorsi komunikasi.
Robbin dalam Mulyadi (2015,199),
keberadaan konflik dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau
kelompok. Jika mereka tidak menyadari bahwa telah terjadi konflik didalam
organisasi , maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya,
jika mereka mempersepsikan bahwa didalam organisasi telah terjadi konflik, maka
konflik tersebut menjadi suatu kenyataan.
2.3.1
Jenis-Jenis Konflik
Terdapat berbagai macam jenis
konflik, tergantung pada dasar yang digunakan untuk membuat klasifikasi. Ada
yang membagi konflik atas dasar pihak-pihak
yang terlibat dalam konflik dan sebagainya.
a. Konflik
dilihat dari fungsi
Berdasarkan fungsinya,
Robbins dalam Mulyadi (2015,201), membagi konflik menjadi dua macam, yaitu
konflik fungsional dan konflik disfungsional. Konflik fungsional adalah konflik
yang mendukung pencapaian tujuan kelompok, dan memperbaiki kinerja kelompok.
Sedangkan konflik disfungsional adalah konflik yang merintangi pencapaian
tujuan kelompok.
b. Konflik
dilihat dari pihak yang terlihat didalamnya
Berdasarkan pihak-pihak
yang terlibat didalam konflik, stoner dan Freeman dalam Mulyadi (2015,202),
membagi konflik menjadi tiga macam, yaitu:
1. Konflik
dalam diri individu. Konflik ini terjadi jika seseorang harus memilih tujuan
yang saling bertentangan, atau karena tuntutan tugs yang melebihi batas
kemampuannya.
2. Konflik
antar individu. Terjadi karena perbedaan kepribadian antara individu yang satu
dengan individu yang lain.
3. Konflik
antar individu dan kelompok. Terjadi jika individu gagal menyesuaikan diri
dengan norma-norma kelompok tempat ia bekerja.
c. Konflik
dilihat dari posisi seseorang dalam struktur organisasi
Winardi dalam Mulyadi
(2015,202), membagi konflik menjadi empat macam, dilihat dari posisi seseorang
dalam struktur organisasi. Keempat jenis konflik tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Konflik
vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara pegawai yang memiliki kedudukan
yang tidak sama dalam organisasi.
2. Konflik
horizontal, yaitu konflik yang terjadi antar mereka yang memiliki kedudukan
yang sama setingkat dalam organisasi.
3. Konflik
garis-staf, yaitu konflik yang terjadi antara pegawai lini yang biasanya
memegang posisi komando, dengan pejabat staf yang biasanya berfungsi sebagai
penasehat dalam organisasi.
4. Konflik
peran, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mengemban lebih dari satu
peran yang saling bertentangan.
2.3.2
Faktor-Faktor Penyebab Konflik
Menurut Robbins dalam Mulyadi
(2015,203), konflik muncul karena ada kondisi yang melatarbelakanginya. Kondisi
tersebut, yang disebut juga sebagai sumber terjadinya konflik, terdiri dari
tiga kategori, yaitu :
1. Komunikasi.
Komunikasi yang buruk , dalam arti komunikasi
yang menimbulkan kesalahapahaman antara pihak-pihak yang terlibat, dapat
menjadi sumber konflik.
2. Struktur.
Istilah struktur dalam konteks ini digunakan dalam artian yang mencakup ukuran,
derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota kelompok, kejelasan
yurisdiksi (wilayah kerja), kecocokan antar tujuan anggota dengan tujuan
kelompok, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan derajat ketergantungan antara
kelompok.
3. Variabel
pribadi. Sumber konflik lainnya yang potensial adalah faktor pribadi, yang
meliputi sistem nilai yang dimiliki tiap-tiap individu, karakteristik
kepribadian yang menyebabkan individu memiliki keunikan dan beebeda dengan
individu yang lain.
4. Perbedaan
persepsi. Perbedaan tujuan diantara anggota kelompok dalam organisasi juga
berkaitan dengan perbedaan nilai, sikap dan persepsi sehingga dapat menimbulkan persepsi. Menurut
Sunyoto (2015,128).
5. Perbedaan
tujuan. Kelompok-kelompok dalam suatu organisasi cenderung menjadi
terspesialisasi, sehingga mereka mengembangkan berbagai tujuan, tugas dan
personalia yang berbeda-beda. Menurut Sunyoto (2015,128).
2.3.3
Indikator Konflik
1. Komunikasi
Yang Buruk
2. Struktur
3. Variabel
Pribadi
4. Perbedaan
Perpsepi
5. Perbedaan
Tujuan
2.4
Kinerja Karyawan
Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang
mempunyai hubungan erat dan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan
konsumen dan memberikan kontribusi pada ekonomi Noe et al (2010) dalam Arif dan
Kartika (2012:8). Dengan demikian, kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan
yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja adalah tentang apa yang
dikerjakan dan bagaimana cara melakukannya. Kinerja berasal dari pengertian
performance sebagai hasil kerja atau prestasi kerja.
Kinerja merupakan perilaku organisasi yang
secara langsung berhubungan dengan produksi barang atau penyampaian jasa.
Informasi tentang kinerja organisasi merupakan suatu hal yang sangat penting
digunakan untuk mengevaluasi apakah proses kerja yang dilakukan organisasi
selama ini sudah berjalan dengan tujuan yang diharapkan atau belum. Akan tetapi
dalam kenyataan banyak organisasi yang justru kurung atau bahkan tidak jarang
ada yang mempunyai informasi tentang kinerja dalam organisasinya. Kinerja
adalah hasil-hasil fungsi pekerjaan atau kegiatan seseorang atau kelompok dalam
suatu organisasi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk mencapai tujuan
organisasi dalam waktu tertentu.
Sedangkan menurut Hannay (2010) dalam Arif dan
Kartika (2012;8), kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk
melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawab
dan hasil yang diharapkan.
Menurut Wibowo (2009) dalam Arif dan Kartika
(2012;12), kinerja merupakan
perbandingan hasil kerja yang dicapai oleh karyawan dengan standar yang telah
ditentukan mendefinisikan kinerja
sebagai hasil kerja yang dicapai oleh individu yang disesuaikan dengan peran
atau tugas.
Individu tersebut dalam suatu perusahaan pada
suatu periode atau waktu tertentu, yang dihubungkan dengan satu ukuran atau
nilai atau standar tertentu dari suatu perusahaan dimana individu tersebut
bekerja. Kinerja merupakan perbandingan hasil kerja yang dicapai oleh pegawai
dengan standar yang telah ditentukan.
Berdasarkan pengertian kinerja dari beberapa
pendapat di atas, kinerja merupakan perbandingan hasil kerja yang dicapai oleh
karyawan dengan standar yang telah ditentukan. Kinerja juga berarti hasil kerja
yang dicapai oleh seseorang. Baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu
organisasi sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. bahwa ada 4
(empat) unsur-unsur yang terdapat dalam kinerja yaitu:
1. Hasil-hasil
fungsi pekerjaan.
2. Faktor-faktor
yang mempengaruhi terhadap prestasi karyawan.
3. Pencapaian
tujuan organisasi.
4. Periode
waktu tertentu.
Menurut Sinambela (2012) dalam Arif dan Kartika
(2012;57), kinerja ditentukan oleh tiga hal yaitu:
1. Kemampuan.
2. Keinginan.
3. Lingkungan.
Bahwa kinerja diukur dengan instrument yang
dikembangkan dalam studi yang tergabung dalam ukuran kinerja secara umum
kemudian diterjemahkan kedalam penulisan secara mendalam, meliputi:
1. Kuantitas
kerja.
2. Kualitas
kerja.
3. Pengetahuan
tentang pekerjaan.
4. Pendapat
atau pernyataan yang disampaikan.
5. Perencanaan.
Menurut Sinambela (2012) dalam Arif dan Kartika
(2012;70), kinerja adalah untuk mengukur sejauh mana pegawai mencapai suatu
kinerja sebagai individu. Dan berikut ialah beberapa indikator yang digunakan
untuk mengukur kinerja tersebut:
a. Kualitas
Tingkat
hasil aktifitas yang dilakukan mendekati sempurna ataupun
memenuhi
tujuan yang diharapkan dari suatu aktifitas.
b. Kuantitas
Jumlah yang dihasilkan dalam suatu istilah
jumlah unit, jumlah sirkulasi aktifitas yang diselesaikan.
c. Ketepatan
waktu
Tingkat
suatu aktifitas yang diselesaikan pada waktu awal yang diinginkan, dilihat dari
sudut koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan waktu yang tersedia
untuk aktifitas lain.
d. Efektifitas
Tingkat
penggunaan sumber daya manusia, organisasi dimaksimalkan dengan maksud
menaikkan keuntungan atau mengurangi kerugian dari setiap unit dalam penggunaan
sumber daya.
e. Kemandirian
Tingkat
seorang pegawai dapat melakukan fungsi kerjanya tanpa minta bantuan pembimbing dari pengawas atau
meminta turut campurnya pengawas untuk menghindari hasil yang merugikan.
f. Komitmen
organisasi
Tingkat
pegawai mempunyai komitmen kerja dengan organisasi dan tanggung jawab terhadap
organisasi.
2.4.1 Sumber Kesalahan
penilai dalam menilai kinerja karyawan
1. Biasnya
Penilaian
Menurut
Arif dan Kartika (2012:43), permasalahan
yang biasa dan umum timbul dalam penilaian kinerja adalah biasnya
penilaian. Bias penilai ini tidak terkait dengan jenis pekerjaannya, melainkan
menyangkut karateristik penilai dan yang dinilai, karateristik pribadi yang
memungkunkan timbulnya bias dalam penilaian, yaitu usia penilai, jenis kelamin,
Ras atau kesukuan, fanatisme penilai terhadap suatu prinsip, Senioritas, dan
hubungan kekerabatan penilaian dan yang dinilai.
2. Jenis
Kelamin
Dalam
penilaian, disadari atau tidak, masih banyak penilaian melakukan kecenderungan
penilaian melakukan deskriminasi sex. Untuk penilai pria biasanya melakukan
penilaian berbeda apabila yang dinilai wanita, demikian juga sebaliknya. Oleh
karena itu permasalahan diskriminasi sex, ini perlu diperhatikan dan sejauh
mungkin untuk dihindari mengikat perilaku seseorang dalam melaksanakan
pekerjaan tidak tergantung apakah dia wanita ataupun pria.
3. Rasa
atau Kesukuan
Didalam
organisasi yang besar, ras anggota organisasi tidak lagi dibatasi oleh dimana
orgnisasi pada umumnya saat ini, anggota organisasi terdiri dari beberapa suku
dan ras yang berasal dari berbagai wilayah yang ada di Indonesia yang majemuk
oleh karena itu, peluang penilaian yang baik mengutamakan ras dan suku menjadi
tinggi. Jika hal yang terjadi, tidak hanya hasil penilaian akan menjadi bias.
Tetapi juga kemungkinan akan menyebabkan disentegrasi organisasi, disadari atau
tidak, penilaian yang mengarah terhadap kesukuan ini sering terjadi di berbagai
organisasi.
4. Fanatisme
penilaian terhadap suatu prinsip
Contoh
jelas dari permasalahan ini adalah masalah fantisme keagamaan dimana penilaian
yang memiliki perbedaan dengan perbedaan yang dilakukan karyawan dengan
beragama sama. Hal ini perlu dperhatikan, karena suatu organisasi tidaklah
dijalankan oleh prinsip-prinsip keyakinan individu, melainkan dijalankan oleh
komitmen bersama anggota-anggota organisasi.
5. Senioritas.
Organisasi
yang berada di belahan bumi timur, memiliki kecenderungan menerapkan gaya
organisasi yang berorientasi senioritas. Hal ini terjadi atau sering dijumpai
adanya sikap ewuh pekewuh dimana untuk porsi yang memadai sikap ini memadai
sikap ini cenderung akan menyebabkan hasil penilain menjadi biasa dan tidak
menggambarkan hasil yang sebenarnya.
2.4.2
Indikator
Kinerja
Menurut Arif dan Kartika (2012:43).
(1) Biasnya penilaian (2) Jenis kelamin (3)Ras atau kesukuan (4) Fanatisme (5)
penilai terhadap suatu prinsip (6)
Senioritas.
2.5
Penelitian
Terdahulu
Tabel 3.1 Penelitian Terdahulu
NAMA PENELITI
|
OBYEK PENELITIAN
|
METODE
|
VARIABEL
|
HASIL
PENELITIAN
|
Sundari
(2011)
|
Semua
Karyawan PT. Comet Star Colour Batam, Kepulauan Riau
|
Analisis Regresi Berganda
|
Terikat
: Komitmen Organisasi
Bebas
:
Analis Motivasi, kedisiplinan dan Kompensasi
terhadap kinerja karyawan.
|
Karakteristik
Motivasi dan disiplin secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap komitmen organisasi
|
Sugianto (2013)
|
Seluruh
karyawan tiap bagian unit PT Karya Mitra Abadi Samarinda
|
Analisis Regresi Berganda
|
Terikat
:
Kinerja
Karyawan
Bebas
:
Pengaruh
motivasi, Disiplin Kerja, dan kompensasi
|
Motivasi, Disiplin Kerja, dan Kompensasi
memiliki pengaruh yang positif terhadap kinerja karyawan. Motivasi memiliki
pengaruh yang sangat kuat terhadap kinerja karyawan.
|
2.6
Kerangka
Berpikir
2.7
Hipotesis
Berdasarkan
perumusan masalah, maka dapat diambil hipotesa yaitu :
H1. Motivasi
mempunyai efek terhadap kinerja karyawan di pelabuhan
domestik Telaga Punggur Batam.
H2.
Kompensasi mempunyai efek terhadap kinerja karyawan di
pelabuhan domestik Telaga Punggur Batam.
H3. Konflik kerja mempunyai efek terhadap kinerja
karyawan di pelabuhan domestik Telaga Punggur
Batam.
H4.
Motivasi, Kompensasi dan Konflik kerja mempunyai efek terhadap kinerja karyawan
di
pelabuhan domestik Telaga Punggur Batam.
kak saya trtarik dgn judul skripsi ini, skripsi ini ada bab 1 dan 3 gak? bisa tolong krim file worldnya kalo ada di email ini semuelsintikhe@gmail.com
ReplyDeletemksih sblmnya
mantap pakbu
ReplyDelete